Bulan Ramadan merupakan bulan yang sangat dinanti oleh umat Islam. Bulan Ramadan memiliki banyak keistimewaan sehingga kehadirannya selalu disambut riang gembira oleh umat Islam. Terdapat banyak anugerah dan maghfiroh  di dalamnya seperti malam lailatul qadar dan Nuzulul Qur’an. Bentuk sambutan bahagia terhadap datangnya bulan suci itu dapat kita lihat dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh umat Islam seperti menyelenggarakan tarhib dan pawai Ramadan. Penantian umat Islam untuk bisa beribadah di bulan Ramadan juga terlihat pada doa yang senantiasa dilantunkan semenjak bulan Rajab tiba. Lantunan doa itu sering kita dengarkan saat pujian di musala-musala antara azan dan iqomah: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَان, artinya: Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadan.

Bulan Ramadan tidak hanya sekadar bulan yang terdapat perintah untuk melaksanakan ibadah puasa. Akan tetapi, bulan Ramadan juga merupakan momen untuk memperbaiki diri kita, meningkatkan ibadah, dan menahan amarah. Pada dasarnya definisi puasa itu sendiri adalah menahan diri dari makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Berdasarkan definisi tersebut dapat kita pahami bahwa puasa tidak hanya sekadar menahan makan dan minum saja tetapi juga segala yang membatalkannya termasuk perbuatan-perbuatan tercela. Dengan demikian kita akan terdidik menjadi hamba Allah yang lebih bertakwa. Oleh karena itu, perlu kita pahami bahwa bulan Ramadan merupakan bulan yang mendidik serta proses penyucian jiwa dan pembersih diri.

Perintah untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadan terdapat pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Berdasarkan ayat tersebut, maka kita sebagai umat Islam yang beriman wajib hukumnya untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan. Dengan kita melaksanakan ibadah puasa dengan benar, maka kita akan terdidik untuk menjadi orang-orang yang semakin bertakwa. Menjalankan segala yang diperintahkan Allah, dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Puasa dengan benar maksudnya ialah menjalankan puasa dengan makna puasa yang sebenarnya bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan juga menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala berpuasa seperti menggunjing, berbicara yang menyakiti perasaan orang lain, dan sebagainya.

Di bulan Ramadan pahala dilipatgandakan, sehingga tidak heran jika banyak umat Islam berlomba-lomba meningkatkan amal ibadahnya. Di bulan yang suci ini banyak orang tadarus Al-Qur’an hingga khatam berkali-kali dalam satu bulan, mengerjakan ibadah salat wajib dan sunah, serta memperbanyak sedekah. Banyak orang bersedekah dengan membagikan takjil menjelang berbuka puasa. Kegiatan seperti itu selain mendatangkan pahala yang berlipatganda bagi yang bersedekah, juga dapat meningkatkan rasa persaudaraan ukhuwah Islamiyah. Dengan demikian bulan Ramadan secara tidak langsung mendidik kita untuk menjadi pribadi yang lebih saleh dan peduli pada sesama.

Di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali membagi tingkatan puasa menjadi 3 golongan. Pertama adalah golongan orang awam. Kedua, golongan orang khusus. Ketiga golongan orang yang sangat khusus. Golongan yang pertama (orang awam) yaitu mereka hanya melaksanakan puasa menjaga agar tidak ada yang masuk dari lubang atasnya, maupun yang keluar dari lubang bawahnya. Mereka menjaga puasanya hanya supaya tidak batal dari makan dan minum serta tidak berhubungan suami istri. Golongan kedua (orang khusus) yakni mereka yang setelah menjaga mulutnya, perutnya dari makanan yang membatalkan puasa dan juga menjaga syahwatnya, mereka pun menjaga matanya, telinganya dan lisannya beserta anggota tubuh yang lainnya dari berbuat dosa dan maksiat. Sementara itu, golongan yang ketiga (orang-orang yang sangat khusus), karena hanya sedikit orang yang mampu mencapai derajat ini. Mereka adalah golongan yang telah melewati golongan yang pertama dan kedua. Mereka ini yang telah menjaga hatinya. Hatinya betul-betul tidak memikirkan di bulan Ramadan ini kecuali hanya Allah SWT. Apa yang terlintas di dalam hatinya hanya memikirkan bagaimana menambah kecintaannya kepada Allah dan Rasulnya. Dan menjauhkan hatinya dari pemikiran-pemikiran tentang duniawi.

Berdasarkan ketiga tingkatan tersebut, tingkatan yang paling sempurna dalam menjalankan ibdah puasa yaitu tingkatan ketiga. Seseorang yang berpuasa itu benar-benar mampu menjaga hatinya.  Inilah hakikat puasa yang sebenarnya. Tidak hanya sekadar menahan makan dan minum, tetapi juga menjaga anggota tubuhnya serta hatinya dari perbuatan dosa dan kemaksiatan. Dengan demikian bulan Ramadan merupakan bulan sebagai momen bagi kita untuk berproses dalam membersihkan dan menyucikan jiwa kita.

Bulan Ramadan perlu kita pahami sebagai bulan yang mentarbiyah (mendidik) dan mentazkiyah (menyucikan) diri dan jiwa kita. Setelah kita memahami hakikat dari puasa di bulan Ramadan itu, kita akan berupaya untuk maksimal dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan. Dengan hati yang suci, jiwa yang bersih, serta kepribadian diri yang telah terdidik selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan akan menjadikan diri kita menjadi insan yang lebih baik, lebih normatif, dan lebih religius dalam manjalani kehidupan di bulan-bulan berikutnya. Salah satu tanda bahwa puasa kita di bulan Ramadan diterima ialah kita menjadi manusia yang lebih baik di bulan-bulan berikutnya baik dalam hal spiritual maupun sosial.